MATERI
KLS X SEMESTER II
ISTILAH HADIS
1.1. Mendefinisikan Pengertian Hadits, Sunnah, Khabar,
Atsar dan Hadits Qudsi
A. Pengertian
Hadits
Kata al hadits (الحديث) menurut lughat (bahasa) mempunyai beberapa arti, antara lain
sebagai berikut: perkataan (omongan), warta berita (kabar).
Pengertian hadis menurut istilah, kami bedakan menjadi
dua definisi. Dan definisi pertama yaitu dari ahli hadis, sedang definisi kedua
dari ahli ushul.
1. Hadis
dalam pengertian ahli hadis
كُلُّ
مَا أَثَرَ عَنِ النّبِيِّ مِنْ قَوْلِ أَوْ فِعْلِ أَوْ تَقْرِيْرٍ أَوْ وَصْفَةٍ
خَلْقِيَّةٍ أَوْ خُلُقِيَّةٍ أَوْ سيْرَةٍ سَوَاءٌ كاَنَ قَبْلَ الْبِعْثَةِ أَوْ
بَعْدَهَا.
“semua yang diwariskan dari Nabi berupa perkataan,
perbuatan, taqrir (pengakuan) atau sifat; baik sifat fisikal maupun moral,
ataupun sirah, baik sebelum menjadi nabi atau sesudahnya”.
Dapat kami simpulkan bahwa yang dimaksud dari rumusan
diatas yaitu; pada masa itu kitab hadis memuat bukan hanya hadis Nabi melainkan
juga hadis yang bersumber dari sahabat dan tabi’in. Disamping itu juga, sejarah
yang bersumber pada hidup Rasulullah (sirah) pun
digolongkan kedalam pengertian hadis.
2. Hadis
dalam Pengertian Ahli Ushul
كُلٌّ
مَا صَدَرَ عَنِ النِّبِيِّ صَلَّى اللّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِنْ قَوْلِ أَوْ
فِعْلٍ أَوْ تَقْرِيْرٍ مِمَّا يَصْلُحُ أَنْ يَكُوْنَ دَلِ ليْلاً لِحُكْمٍ
شَرْعِيٍّ.
“Semua yang bersumber dari Nabi berupa perkataan,
perbuatan, atau taqrir yang dapat dijadikan dalil hukum agama”.
Dalam definisi ini terkandung dua makna. Pertama, bahwa
yang dimaksud hadis adalah hadis Muhammad setelah diangkat menjadi Nabi.
Sementara hadis yang bersumber dari beliau sebelum diangkat menjadi nabi,
termasuk dalam makna hadis.
Yang kedua, ada batasan bahwa yang digolongkan hadis
adalah yang dapat dijadikan dasar hukum agama, atau dalam bahasa, yang lebih
luas berkaitan dengan risalah.
Sebagaimana dikemukakan oleh para ahli hadis, tidak semua
hadis Rasulullah; banyak di antara tersebut yang merupakan hadis “
Muhammad ibnu Abdillah”. Maksudnya ada hadis yang bersumber dari beliau sesudah
menjadi nabi. Kedua hal ini memiliki tingkat keterkaitan yang berbeda.
Dari pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa hadis
itu tidak hanya sesuatu yang disandarkan kepada Nabi Muhammad (marfu’) saja, akan tetapi juga kepada sahabat (mauquf), dan tabi’in (maqtu’).
B. Pengertian
Sunnah
Menurut bahasa, sunnah (السنه) artinya jalan (لطريق), perjalanan (السيره), dan
tradisi (الطبيعه).
Dr. Musthafa As-Siba’y dalam kitabnya “As-Sunnah Wama Kanatuha fit Tasyri’il Islamy”,
menjelaskan:
السُّنَّةُ فِى الُّغَةِ : الطَّرِيْقَةُ مَحْمُوْدَةً
كَا نَتْ أَوْ مَذْمُوْمَةً وَمِنْهُ قَوْلُهُ صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلّم :
مَنْ سَنَّ سُنَّةً حَسَنَةً فَلَهُ أَجْرُهَا وَأَجْرُ مَنْ عَمِلَ بِهَا اِلى
يَوْمِ القِيَامَةِ (رواه مسلم)
Artinya:
As- Sunnah pada bahasa (lughat) ialah jalan,
baik yang terpuji ataupun yang tercela. Arti ini dapat dipahami dari sabda Nabi
saw. : “Barang siapa memperbuat jalan yang baik, maka baginya pahala karena
perbuatannya itu dan ditambah pahala dari orang yang melakukannya hingaa hari
kiamat. Dan barang siapa yang memperbuat jalan yang jelek maka atasnya siksa
dan ditambah siksa dari orang yang melakukannya hingga hari kiamat”. (H. R.
Muslim).
As-Sunnah menurut ulama’ Syafi’iyah:
مَا يُثَابُ الْمَرْءُ عَلَى فِعْلِهِ وَيُعَاقَبُ عَلَى
تَرْكِهِ
Sesuatu yang dipahalai orang yang melakukannya, dan tidak
disiksa atas orang-orang yang meninggalkannya.
C. Pengertian Khabar
Menurut bahasa, Al-Khabar (الْخَبَرْ) ialah sesuatu
yang dinukilkan dan diperbincangkan; atau berita yang dipindahkan dari orang
kepada orang lain. Jama’nya al Khabar (الاخبار) dan muradifnya adalah nabaa’ (نبأ) yang jama’nya “anbaa’ (انبأ)”. Orang yang banyak yang menyampaikan khabar atau orang yang
banyak menekuni khabar disebut “khobier” dan “akhbary”.
Sementara ulama’ berpendapat bahwa pengertian al Hadis
terbatas kepada apa yang datang dari Nabi Muhammad saw. saja, sedangkan al
Khabar terbatas kepada yang datang dari selainnya. Ada yang berpendapat bahwa
al Hadis adalah yang berupa qauliyah, sedangkan yang berupa fi’liyah dinamakan
As Sunnah. Sebagaiman ada yang membedakan dari segi khusus dan umum muthlak,
yakni setiap hadi itu khabar, tapi tidak semua khabar itu dinamakan hadis.
Ibnu Hajar Al –Asqalany mengatakan dalam kitabnya “Nuh
batul fikr”, bahwa al khabar pada ulama’ adalah nama bagi segala yang marfu’, mauquf maupun yang maqthu’, yakni segala yang datang drai Nabi saw,
sahabat maupun datang dari tabi’in.
D. Pengertian
Atsar
Menurut bahasa al –Atsar (الأثر) ialah bekasan
sesuatu atau sisa sesuatu; jama’nya al Atsaar (الأثار) dan berarti “nukilan” (yang dinukilkan); sebab itu sesuatu do’a
yang dinukilkan dari Nabi disebut “do’a ma;tsur”
E. Hadis
Qudsi
Istilah Hadis Qudsi dimaksudkan bentuk memberi predikat
hadis bahwa yang dinyatakan oleh Nabi itu berasal dari Allah swt. Dalam hal
ini, hadis yang tidak menggambarkan ucapan Allah, tetapi ucapan Nabi, disebut
Hadis Nabawi.
Menurut bahasa qudsi artinya
suci. Disebut qudsi karena pembicaraan itu secara eksplisit dinyatakan berasal
dari Allah (yang harus diyakini akan kesuciannya), dan disebut hadis karena
Nabi yang menjadi sumbernya (riwayat itu disandarkan kepada nabi).
a. Ciri-ciri Hadis Qudsi
Adapun ciri-ciri hadis qudsi:
1. Ada
redaksi hadis qala Allahu ta’ala yaqulu Allahu
2. Ada
redaksi fi mi rawa atau yarwihi ‘anillahi tabaraka
3. Dengan
redaksi lain yang semakna dengan redaksi tersebu, yaitu setelah selesai
penyebutan rawi yang menjadi sumber pertamanya, yakni sahabat.
b. Contoh
Hadis Qudsi
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم, قال تعالى: أنا ثالث
الشريكين مالم يخن أحد هما صاحبه
Artinya:
Rasulullah saw. mengatakan, Allah telah berkata, “Saya
(Allah) adalah orang ketiga (mau ikut campur tangan) dengan dua orang yang
berserikat (bekerja sama) selama yang satu tidak menghianati yang lain”
c. Perbedaan Hadis Qudsi dengan Al Quran:
1. Dalam hal Al qur’an, nabi hanya sebagai “corong” Allah,
sedangkan dalam hadis qudsi Nabi menginterpretasikan wahyu yang masuk dalam
hati sanubarinya kemudian membuat redaksinya.
2. Pada umumnya dikatakan bahwa al qur’an itu wahyu Allah
yang redaksinya dari Allah, sedangkan hadis qudsi adalah wahyu Allah yang
redaksinya dibuat oleh nabi sendiri.
1.2.Membandingkan Pengertian Hadis dengan Sunnah, Khabar,
Atsar, dan Hadis Qudsi
1. Hadis
dan Sunnah
Menurut ahli hadis, hadis sesuatu yang disandarkan kepada
Rasulullah saw. baik hal ihwal, perkataan, takrir, perbuatan, yang tidak hanya
disandarkan kepada Rasulullah saw. saja, akan tetapi juga kepada sahabat dan
tabi’in. Adapun Sunnah tidak terbatas, baik ketika Nabi Muhammad telah diangkat
menjadi Rasul atau belum.
Antara hadis dan As Sunnah sering digunakan secara
bergantian walau ada perbedaan antara keduanya, as sunnah bisa jadi lebih umum
karena memungkinkan sunnah Nabi yang tidak terekam dalam suatu periwayatan
dalam suatu hadis, sebaliknya hadis adakalanya lebih dari sekedar sunnah
mengingat beberapa gambaran dalam hadis tentang fisik Nabi yang tidak termasuk
dalam sunnah yang terangkum pula dalam periwayatan (hadis).
2. Hadis
dan Khabar
Menurut ahli hadis kata khabar sinonim
dengan hadis yaitu warta dari Nabi Muhammad saw. (marfu’) maupun warta dari sahabat (mauquf), ataupun warta dari tabi’in (maqtu’). Adapula ulama’ yang mengatakan khabar yang mempunyai arti yang lebih luas dari
hadis. Setiap hadis dapat disebut juga dengan khabar. Namun
setiap khabar belum tentu dapat disebut dengan
hadis. Hal ini disebabkan hadis berasal dari Nabi saw. Sedangkan khabardapat dari Nabi Muhammad saw. dan dapat
juga dari orang lain.
3. Hadis
dengan Atsar
Jumhur ulama’ berpendapat bahwa atsaar sama artinya
dengan khabar dan hadis. Ada juga ulama yang berpendapat
bahwa atsar sama dengan khabar, yaitu
sesuatu yang disandarkan kepada Nabi saw., sahabat dan tabi’in. “Az Zarkasyi,
memakai kata atsar untuk hadis mauquf. Namun
membolehkan memakainya untuk perkataan Rasulullah saw.. (Hadismarfu’)”. Dengan demikian , hadis sebagai sesuatu yang
berasal atau disandarkan kepada Nabi saw., saja, sedangkan atsar sesuatu yang disandarkan kepada Nabi saw.,
sahabat dan tabi’in.
4. Hadis
dan Hadis Qudsi
Hadis adalah sesuatu yang disandarkan kepada Rasulullah
saw. secara penuh, adapun hadis qudsi firman langsung dari Allah, Nabi Muhammad
saw. hanya sebatas menyampaikan maknanya menggunakan lafadznya sendiri.
1.3.Menerapkan Pengertian Hadis, Sunnah (Sunnah Qauliyah,
Sunnah Fi’liyah, dan Sunnah Taqririyah), Khabar, Atsar dan Hadis Qudsi
Untuk pembahasan Kompetensi Dasar ini kami kurang setuju
jika harus disampaiakn pada kelas X semester 2, karena sub pembahasannya sangat
detail dan masih sulit dipahami jika anak tidak membaca buku-buka tentang ilmu
hadis. Dan sebagaimana kita ketahui juga bahwa penjelasan mengenai ilmu hadis
itu sangat terperinci. Sehingga penulis mengusulkan untuk mengganti KD 1.3
dengan Bentuk-bentuk dari Sunnah, yaitu (Sunnah Qauliyah, Sunnah Fi’liyah, dan
Sunnah Taqririyah, Sunnah Hammiyyah). Dibawah ini sedikit penjelasannya:
1. Sunnah Qauliyah
Yang dimaksud dengan Sunnah Qauliyah ialah Sunnah Nabi
yang berupa perkataan. Jelasnya, ialah penjelasan-penjelasan yang diberikan
oleh Nabi Muhammad saw. tentang hukum-hukum dan anjuran-anjurannya yang
mengenai budi pekerti dalam pergaulan hidup bersama.
Contoh:
صلوا كما رأيتمونى أصلى
“Hendaklah kamu shalat, sebagaiman kamu melihat
(bagaimana cara) aku shalat”.
2. Sunnah Fi’liyah
Ialah Sunnah Nabi yang berupa perbuatan (pekerjaan), maka
dapat juga dinamakansunnah amaliyyah. Contoh
pekerjaan-pekerjaan ataupun perbuatan-perbuatan Rasulullah saw.:
Pekerjaan-pekerjaan atau perbuatan-perbuatan Nabi saw.
yang termasuk urusan tabiat seperti makan, minum, berdiri dan duduk, hukumnya
mubah (boleh) baik untuk pribadi beliau maupun untuk umatnya.
3. Sunnah Taqririyah
Yaitu penetapan atau pengakuan Nabi Muhammad saw.
terhadap perbuatan-perbuatan para sahabatnya yang dikerjakan dihadapannya yang
beritanya sampai kepadanya, tetapi nabi muhammad tidak menegurnya, tidak
menjalankannya, berarti nabi telah menyetujui atau membenarkannya.
Contoh: Nabi Muhammad saw. mendiamkan Sahabat Khalid bin
Walid memakan binatang dhob dihadapan
beliau, padahal beliau sendiri enggan memakannya.
4. Sunnah Hammiyyah
Suatu pekerjaan yang dicita-citakan atau yang diinginkan
oleh Nabi Muhammad saw. akan mengerjakannya, tetapi belum sempat beliau
mengerjakannya, beliaupun telah wafat.
Contoh: Nabi Muhammad pernah bersabda:
اذا كان عام المقبل ـ ان شأالله ـ صمناليوم التاسع.
“apabila datang tahun depan, insya Allah aku akan
berpuasa dihari kesembilan” (yakni tanggal 9 Muharram)
Kemudian sebelum beliau menempuh tahun yang dimaksudkan
itu beliau telah wafat. Dengan demikian maka beliau belum dapat mengerjakan
puasa hari kesembilan dari bulan ‘Asyura (Muharram) yang telah dicita-citakan
itu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar